Al Madinah Planologi UNDIP 2013

Al Madinah merupakan biro dan merupakan sarana tempat berkumpulnya mahasiswa muslim di jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

Sabda Rasulullah SAW

Hadist riwayat Aisyah ra.

Surat Al Fatihah

Merupakan surat memiliki keistimewaan dibandingkan dengan surat-surat selainnya. Di antaranya, hanya surat al-Fatihah saja yang menjadi salah satu rukun shalat

Minggu, 30 Desember 2012

Hukum Ikut Merayakan Hari Raya Agama Lain


Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan
Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:
Untuk mengetahui batasan-batasan pergaulan Muslim dan non Muslim, maka panduan kita adalah Al Quran dan As Sunnah, sebagai rujukan tertinggi umat Islam dan pedoman hidup bagi kaum Muslimin. Bukan pemikiran untung rugi masing-masing manusia yang subjektif.
Perayaan Keagamaan Adalah Wilayah Aqidah Bukan Muamalah
Persepsi ini harus dibangun dalam pemikiran kaum Muslimin, bahwa perayaan keagamaan adalah masalah aqidah, bukan masalah muamalah (hubungan interaksi sosial), bukan pula budaya. Dalam masalah aqidah kita memiliki batasan-batasan yang jelas, yakni:
 لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al Kafirun (109): 6)
Tidak sedikit kaum Muslimin yang keliru dalam menempatkan teks-teks agama. Mereka berdalih dengan ungkapan: Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ungkapan ini benar jika ditempatkan dalam hubungan sosial, seperti pinjam meminjam, hutang piutang, kerja sama dalam kebaikan sosial, dan yang semisalnya. Dalam hal ini Islam sangat membuka diri dan luwes. Bahkan dalam hukum Islam, kaum kafir dzimmi mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Islam dan masyarakatnya. Mereka sama sekali tidak boleh diganggu, kecuali jika mereka mengumumkan perang terhadap umat Islam.
Nah, mari kita lihat bagaimana Al Quran dan As Sunnah menyikapi perayaan hari besar keagamaan non Muslim.
Kesetiaan (Wala’) Kaum Muslimin Hanya Kepada Allah, RasulNya, dan Kaum Muslimin
Kita lihat ada sebagian kaum Muslimin yang begitu enggan dengan undangan sesama Muslim, ajakan saudaranya, dan acara sesama umat Islam, seperti majelis ta’lim dalam rangka menggali ilmu-ilmu agama. Tetapi anehnya, mereka bersemangat dengan ajakan dan undangan orang kafir kepada mereka. Sungguh aneh! Mereka pun merasa bangga dengan kebersamaannya dengan orang-orang kafir tersebut. Persis seperti yang Allah Ta’ala sindir dalam Al Quran.
Allah Ta’ala berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi  wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa (4):139)
Ayat lainya:
“Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman yang menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan mereka orang-orang yang ruku’ (tunduk). (QS. Al Maidah (5): 55)
Ayat lainnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (pemimpin-pemimpinmu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah (5) : 51)
Apakah makna wali ? Wali jamaknya adalah auliya’ yang berati penolong dan kekasih.[1] Bisa jugabermakna teman dekat, yang mengurus urusan, yang mengusai (pemimpin).[2]
Maka, jelaslah bahwa umat Islam tidak dibenarkan menjadikan orang kafir sebagai penolong, kekasih, teman dekat, dan pemimpin mereka. Sebab wali kita hanyalah kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman.

Perbuatan Sunnah yang Jarang Dilakukan


Sunnah adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baik perkataan, perbuatan, ataupun persetujuan. Sunnah juga berarti sesuatu yang pelakunya mendapat pahala dan tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya. Di antara perbuatan sunnah yang jarang dilakukan kaum muslimin adalah sebagai berikut:
1. Mendahulukan Kaki Kanan Saat Memakai Sandal Dan Kaki Kiri Saat Melepasnya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda, “Jika kalian memakai sandal maka dahulukanlah kaki kanan, dan jika melepaskannya, maka dahulukanlah kaki kiri. Jika memakainya maka hendaklah memakai keduanya atau tidak memakaikeduanya sama sekali.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Menjaga Dan Memelihara Wudhu
Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu Anhu bahwa RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Istiqamahlah (konsistenlah) kalian semua (dalam menjalankan perintah Allah) dan kalian tidak akan pernah dapat menghitung pahala yang akan Allah berikan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik perbuatan adalah shalat, dan tidak ada yang selalu memelihara wudhunya kecuali seorang mukmin.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Bersiwak (Menggosok Gigi dengan Kayu Siwak)
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siwak dapat membersihkan mulut dan sarana untuk mendapatkan ridha Allah.” (HR. Ahmad dan An-Nasa`i)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Andaikata tidak memberatkan umatku niscaya aku memerintahkan merekauntuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bersiwak disunnahkan setiap saat, tetapi lebih sunnah lagi saat hendak berwudhu, shalat, membaca Al-Qur`an, saat bau mulut berubah, baik saat berpuasa ataupun tidak, pagi maupun sore, saat bangun tidur, dan hendak memasuki rumah.
Bersiwak merupakan perbuatan sunnah yang hampir tidak pernah dilakukan oleh banyak orang, kecuali yang mendapatkan rahmat dari Allah. Untuk itu, wahai saudaraku, belilah kayu siwak untuk dirimu dan keluargamu sehingga kalian bisa menghidupkan sunnah ini kembali dan niscaya kalian akan mendapatkan pahala yang sangat besar.

Toleransi di Indonesia, Keindahan Berbalut Semu


Bisa dikatakan Indonesia adalah negara dengan tingkat toleransi yang tak memiliki indikator. Hingga dengan mudahnya oknum-oknum di negeri ini berkelakukan seenaknya dengan dalih toleransi.
  1. Penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta, karena ada ancaman dari Indonesia Timur akan memisahkan diri dari Indonesia, Umat Islam menerima.
  2. Kalender Nasional dan Kalender Pendidikan memakai kalender Masehi, sehingga agak ribet ketika menentukan libur Ramadhan dan libur hari raya. Umat Islam pun dapat menerima.
  3. Hari libur pekanan hari Minggu, bukan hari besar Islam (Jum’at ), umat Islam Mengalah.
  4. Tahun Baru Imlek dan Tahun baru Masehi peraayaannya jauh lebih besar dan lebih gebyar dari pada tahun baru Islam. Lagi-lagi umat Islam tidak iri hati.
  5. Pemaksaan terhadap asas tunggal pada zaman orde baru yang di rekayasa oleh kelompok “Tanah Abang” otak utamanya non Muslim, lagi-lagi umat Islam yang sangat terpojok pada saat itu, sampai terjadi meletusnya pristiwa priok. Para aktifis HAM bungkam (karena korbannya umat Islam).
  6. Pengeluaran secara tidak terhormat siswi berjilbab, dari SLTA Negeri selama 12 Tahun (1980-1992). Akar masalahnya karena ada surat SK pelarangan Jilbab oleh DirJen Dik Das Men yang waktu itu dijabat oleh seorang wanita asal Belanda yang non muslim. Sampai ribuan korban gadis berjilbab yang di usir dari sekolah negeri. Orang-orang tidak ada yang teriak HAM, termasuk aktifis HAM nya juga tinggal diam.
  7. Nama gedung-gedung besar terutama di jakarta, sangat kental dengan bahasa yang digunakan oleh non Muslim.
  8. Jenis-jenis Penghargaan oleh Presiden terhadap bawahannya, semuanya memakai nama-nama yang juga sangat kental dengan bahasa yang digunakan oleh non Muslim.
  9. Pristiwa Ambon yang sangaat Jelas, pembantaian terhadap orang-orang yang baru selesai sholat Ied, saksinya jutaaan manusia. Anehnya media nasional memberitakan secara tidak seimbang dan terkesan ditutupi. Berita-berita di luar negeri memberitakan sebaliknya, bahwa umat Islam lah yang mendahului. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah dibantai difitnah pula.
  10. Komposisi PNS dan Pejabat berdasarkan Agama di KalTeng dan Maluku tidak proposional jika dibanding dengan komposisi agama penduduknya. umat Islam tidak mempermasalahkan, walaupun secara proporsional dipertanyakan.
  11. Bicara Korban Pembantaian apalagi, siapa yang banyak korban? Peristiwa Priok, Lampung, Cisendo, Woyla, Aceh Ambon, dan lain-lain.
  12. Rekayasa global dengan isu Terorisme, yang sangat memojokkan umat Islam, sangat berimbas di Indonesia, sampai-sampai pesantren jadi sasaran fitnah. Kita harus menerima fakta bahwa seolah-olah ketika bicara terorisme itu konotasinya umat Islam.
  13. Sekedar perbandingan dua kekejaman antara Saddam dan Bush. Ketika Saddam Hussein berkuasa selama 24 tahuh  (16 Juli 1979 hingga 9 April 2003) orang yang terbunuh atas printah langsungnya ada 49 orang, semua laki laki, semua tokoh-tokoh oposannya. Sementara invasi AS yang cuma 9 bulan pertama saja sudah menewaskan 700.000 jiwa yang terdiri dari anak-anak dan wanita, karena bom yang dijatuhkan dari pesawat tidak bisa memilih gender dan usia.
  14. Ketika kita ingin mencintai produk dalam negeri, mulai dari gaya hidup, pakaian, musik, seni, pergaulan, model rambut, produk teknologi, sampai pada buah-buahan, makanan termasuk ayam goreng, minuman dan sebagainya dengan maksud menjaga harga diri bangsa, dan mempertahankan rupiah, kita akan dituduh fanatik, melarang kebebasan ekspresi, melanggar HAM, dan sebagainya. Sebaliknya mereka yang selalu membawa produk asing, terutama musik, yang akan mengangkut bermilyar-milyar rupiah uang anak bangsa ke luar negeri, mereka diangkat jadi pahlawan.
Faktanya, hingga hari ini umat Islam terus dituduh tidak toleransi, dan masih terus dituntut untuk bisa bertoleransi. Kita bertanya mau yang bagaimana lagi? Kami diminta apa lagi?

Hukum Merayakan Tahun Baru Bagi Umat Islam

Berikut ini dipaparkan Ustadz Ahmad Sarwat saat menjawab berbagai pertanyaan mengenai hukum merayakan tahun baru Masehi dan mengisinya dengan berbagai kegiatan yang islami.
Ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru Masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.
1. Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
d. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid’ah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid’ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid’ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar’inya.
2. Pendapat yang Menghalalkan
Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?
Umumnya kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.
Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Demikianlah ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.